Selasa, 09 Juli 2013

Penerapan PKWT Setelah Putusan MK (2)

Putusan MK No 27/PUU-IX/2011 tanggal 17 Februari 2012 dan Surat Edaran No B.31/PHIJSK/I/2012 tanggal 20 Februari 2012 adalah tidak mencabut ketentuan outsourcing yang diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

Ketentuan pekerja/buruh outsourcing oleh Mahkamah Konstitusi  ditawarkan dalam dua model outsourcing  yaitu :

(i)     pekerjaan outsourcing yang berbentuk perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) dan

(ii)    pekerjaan outsourcing berbentuk perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) yang menerapkan prinsip pengalihan tindakan perlindungan bagi pekerja pada perusahaan yang melaksanakan pekerjaan outsourcing.

Putusan MK No 27/PUU-IX/2011 tanggal 17 Februari 2012 dan Surat Edaran No B.31/PHIJSK/I/2012 tanggal 20 Februari 2012 pada dasarnya merupakan penegasan dari  Kepmennakertrans No. 101/MEN/VI/2004 yaitu ketentuan Pasal 4 huruf c yang  pada intinya berbunyi :

Dalam hal perusahaan penyedia jasa memperoleh pekerjaan dari perusahaan pemberi pekerjaan, kedua belah pihak  wajib membuat perjanjian tertulis yang sekurang-kurangnya memuat :

c.       penegasan bahwa perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh bersedia menerima pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh sebelumnya untuk jenis-jenis pekerjaan yang terus menerus ada di perusahaan pemberi kerja dalam hal terjadi penggantian perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh”.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa setelah adanya Putusan MK No 27/PUU-IX/2011 tanggal 17 Februari 2012 dan Surat Edaran No B.31/PHIJSK/I/2012 tanggal 20 Februari 2012, maka  untuk melakukan pekerjaan outsourcing selain diwajibkan adanya perjanjian tertulis antara pekerja/buruh dengan perusahan penyedia jasa pekerja/buruh, juga diwajibkan adanya perjanjian tertulis antara perusahaan penyedia jasa dengan perusahaan pemberi pekerjaan.

Selanjutnya apabila  hubungan kerja antara Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh dengan pekerja/buruh berbentuk PKWT, maka perjanjian tertulis antara perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan, wajib  mengatur mengenai adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang obyek kerjanya tetap ada (sama), dalam arti  apabila perjanjian antara Perusahaan  penyedia  jasa pekerja/buruh dengan Perusahaan Pemberi Kerja  berakhir, maka  pekerja/buruh terlindungi haknya untuk tetap bekerja sebagai pekerja outsourcing.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar